Zaman Kebangkitan Nasional (1900-1942)
Pada
masa sesudah tahun 1900, kerajaan-kerajaan yang ada di Nusa Tenggara
Timur pada umumnya telah berubah status menjadi status menjadi Swapraja.
Swapraja-swapraja tersebut, 10 berada di Pulau Timor ( Kupang, Amarasi,
Fatuleu, Amfoang, Molo, Amanuban, Amanatun, Mio mafo, Biboki, Insana)
satu di pulau Rote, satu di pulau Sabu, 15 di pulau Sumba ( Kanatang,
Lewa-Kanbera, Takundung, Melolo, Rendi Mangili, Wei jelu, Masukaren,
Laura, Waijewa, Kodi-Laula, Membora, Umbu Ratunggay, Ana Kalang,
Wanokaka, Lambaja), sembilan di pulau Flores (Ende, Lio, Larantuka,
Adonara, Sikka, Angada, Riung, Nage Keo, Manggarai), tujuh di pulau
Alor-Pantar (Alor, Baranusa, Pantar, Matahari Naik, Kolana, Batu lolang,
Purema).Swapraja-swapraja tersebut terbagi lagi menjadi bagian-bagian
yang wilayahnya lebih kecil. Wilayah-wilayah kecil itu disebut
Kafetoran-kafetoran.
Zaman Pemerintahan Hindia Belanda
Wilayah
Nusa Tenggara Timur pada waktu itu merupakan wilayah hukum dari
keresidenan Timor dan daerah takluknya. Keresidenan Timor dan daerah
bagian barat (Timor Indonesia pada waktu itu, Flores, Sumba, Sumbawa
serta pulau-pulau kecil sekitarnya seperti Rote, Sabu, Alor, Pantar,
Lomblen, Adonara, Solor).Keresidenan Timor dan daerah takluknya berpusat
di Kupang, yang memiliki wilayah terdiri dari tiga affdeling (Timor,
Flores, Sumba dan Sumbawa), 15 onderafdeeling dan 48 Swapraja. Afdeeling
Timor dan pulau-pulau terdiri dari 6 onderafdeeling dengan ibukotanya
di Kupang. Afdeeling Flores terdiri dari 5 onder afdeeling dengan
ibukotanya di Ende. Yang ketiga adalah Afdeeling Sumbawa dan Sumba
dengan ibukota di Raba (Bima). Afdeeling Sumbawa dan Sumba ini tediri
dari 4 oder afdeeling.Keresidenan Timor dan daerah takluknya dipimpin
oleh seorang residen, sedangkan afdeeling di pimpin oleh seorang asisten
residen. Asisten residen ini membawahi Kontrolir atau Controleur dan
Geraghebber sebagai pemimpin Onder afdeeling. Asisten residen ,
kontrolir dan gezaghebber adalah pamong praja Kolonial Belanda. Para
kepala onder afdeeling yakni kontrolir dibantu oleh pamong praja bumi
putra ber pangkat Bestuurs assistant. (Ch. Kana, 1969,hal . 49-51).
Zaman Pendudukan Jepang (1942-1945)
Pada
tanggal 8 Maret 1942 komando angkatan perang Belanda di Indonesia
menyerah tanpa syarat kepada Jepang. Dengan demikian secara resmi Jepang
menggantikan Belanda sebagai pemegang kekuasaan di Indonesia. Untuk
Indonesia bagian timur termasuk wilayah Indonesia. Bagian Timur wilayah
NTT berada di bawah kekuasaan angkatan laut Jepang (Kaigun) yang
berkedudukan di Makasar. Adapun dalam rangka menjalankan pemerintahan di
daerah yang diduduki Kaigun menyusun pemerintahannya. Untuk wilayah
Indonesia bagian Timur dikepalai oleh Minseifu yang berkedudukan di
Makasar. Di bawah Minseifu adalah Minseibu yang untuk daerah Nusa
Tenggara Timur termasuk ke dalam Sjoo Sunda Shu (Sunda Kecil) yang
berada di bawah pimpinan Minseifu Cokan Yang berkedudukan di
Singaraja.Disamping Minseibu Cokan terdapat dewan perwakilan rakyat yang
disebut Syoo Sunda Sukai Yin. Dewan ini juga berpusat di Singaraja.
Diantaranya anggota dewan ini yang berasal dari Nusa Tenggara Timur
adalah raja Amarasi H.A. Koroh dan I.H. Doko. Untuk pemerintahan di
daerah-daerah nampaknya tidak banyak mengalami perubahan, hanya
istilah-istilah saja yang diruba. Bekas wilayah afdeeling dirubah
menjadi Ken dan di NTT ada tiga Ken yakni Timor Ken, Flores Ken dan
Sumba Ken. Ken ini masing-masing dikepalai oleh Ken Kanrikan. Sedangkan
tiap Ken terdiri dari beberapa Bunken (sama dengan wilayah onder
afdeeling) yang dikepalai dengan Bunken Karikan. Di bawah wilayah Bunken
adalah swapraja-swapraja yang dikepalai oleh raja-raja dan pemerintahan
swapraja ke bawah sampai ke rakyat tidak mengalami perubahan.
Zaman Kemerdekaan (1945-1975).
Setelah
Jepang menyerah, Kepala Pemerintahan Jepang (Ken Kanrikan) di Kupang
memutuskan untuk menyerahkan pemerintahan atas Kota Kupang kepada tiga
orang yakni Dr.A.Gakeler sebagai walikota, Tom Pello dan I.H.Doko. Namun
hal ini tidak berlangsung lama, karena pasukan NICA segera mengambil
alih pemerintahan sipil di NTT, dimana susunan pemerintahan dan
pejabat-pejabatnya sebagian besar adalah pejabat Belanda sebelum perang
dunia II. Dengan demikian NTT menjadi daerah kekuasaan Belanda lagi,
sistem pemerintahan sebelum masa perang ditegakkan kembali. Pada tahun
1945 kaum pergerakan secara sembunyi-sembunyi telah mengetahui
perjuangan Republik Indonesia melalui radio. Oleh karena itu kaum
pegerakan menghidupkan kembali Partai Perserikatan Kebangsaan Timor yang
berdiri sejak tahun 1937 dan kemudian berubah menjadi Partai Demokrasi
Indonesia (PDI).Perjuangan politik terus berlanjut, sampai pada tahun
1950 dimulai pase baru dengan dihapusnya dewan raja-raja. Pada bulan Mei
1951 Menteri Dalam Negeri NIT mengangkat Y.S. Amalo menjadi Kepala
Daeraah Timor dan kepulauannya menggantikan H.A.Koroh yang wafat pada
tanggal 30 Maret 1951. Pada waktu itu daerah Nusa Tenggara Timur
termasuk dalam wilayah Propinsi Sunda Kecil.Berdasarkan atas keinginan
serta hasrat dari rakyat Daerah Nusa Tenggara, dalam bentuk resolusi,
mosi, pernyataan dan delegasi-delegasi kepada Pemerintahan Pusat dan
Panitia Pembagian Daerah yang dibentuk dengan Keputusan Presiden No.202/
1956 perihal Nusa Tenggara, pemerintah berpendapat suda tiba saatnya
untuk membagi daerah Propinsi Nusa Tenggara termasuk dalam Peraturan
Pemerintahan RIS no. 21 tahun 1950, (Lembaran Negara RIS tahun 1950
No.59) menjadi tiga daerah tingkat I dimaksud oleh undang-undang No.I
tahun 1957. Akhirnya berdasarkan undang-undang No.64/1958 propinsi Nusa
Tenggara di pecah menjadi Daerah Swa tantra Tingkat I Bali, Nusa
Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur. Daerah Tingkat I Nusa Tenggara
Timur meliputi daerah Flores, Sumba dan Timor.Berdasarkan undang-undang
No.69/ 1958 tentang pembentukan daerah-daerah Tingkat II dalam wilayah
Daerah Tingkat I Bali, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur, maka
daerah Swa tantra Tingkat I Nusa Tenggara Timur dibagi menjadi 12
Daerah Swatantra Tingkat II ( Monografi NTT, 1975, hal. 297). Adapun
daerah swatantra tingkat II yang ada tersebut adalah : Sumba Barat,
Sumba Timur, Manggarai, Angada, Ende, Sikka, Flores Timur, Alor, Kupang,
Timo Tengah Selatan, Timor Tengah Utara dan Belu.Dengan keluarnya Surat
Keputusan Gubernur Kepala Daerah Daswati I Nusa Tenggara Timur
tertanggal 28 Februari 1962 No.Pem.66/1/2 yo tanggal 2 juli 1962 tentang
pembentukan kecamatan di Daerah Swatantra Tingkat I Nusa Tenggara
Timur, maka secara de facto mulai tanggal 1Juli 1962 swapraja-swapraja
dihapuskan (Monografi NTT, Ibid, hal. 306). Sedangkan secara de jure
baru mulai tanggal 1 September 1965 dengan berlakunya undang-undang no.
18 tahun 1965 tentang pokok-pokok pemerintahan daerah. Pada saat itu
juga sebutan Daerah Swatantra Tingkat I Nusa Tenggara Timur dirubah
menjadi Propinsi Nusa Tenggara Timur, sedangkan Daerah Swatantra Tingkat
II dirubah menjadi Kabupaten.Berdasarkan Surat Keputusan Gubernur
Kepala Daerah Tingkat I Nusa Tenggara Timur di Kupang, tanggal 20 Juli
1963 No.66/1/32 mengenai pembentukan kecamatan , maka Propinsi Nusa
Tenggara Timur dengan 12 Daerah Tingkat II dibagi menjadi 90 kecamatan
dan 4.555 desa tradisional, yakni desa yang bersifat kesatuan geneologis
yang kemudian dirubah menjadi desa gaya baru.
0 comments:
Post a Comment