Foto bersama depan sonaf baun |
Terkisah Raja Amarasi berasal dari kerajaan Wehali di Belu Atambua. Konon kata
penutur, salah satu putera raja menjatuhkan mangkok bersejarah milik kerajaan sampai pecah sehingga kemudian ia diusir
oleh ayahnya yang tak lain adalah Raja Wehali sendiri.
Cerita inilah yang sering diceritakan para orang tua Amarasi kepada anak
cucunya secara turun temurun hingga tulisan ini dibuat tentang sebab musabab
putera raja Wehali meninggalkan kerajaan Wehali.
Tetapi apakah sesederhana itu kejadian yang sebenarnya terjadi sehingga Sang
Pangeran diusir keluar dari istana...? Akan diulas pada bagian selanjutnya
dalam tulisan ini.....
Dan lanjutan cerita para orang tua Amarasi bahwa putra Raja Wehali ini
kemudian melarikan diri menuju arah barat bagian utara pulau Timor yaitu Insana
dan beserta para pengikutnya yaitu para hulubalang (panglima tentara, Meo dan
masyarakat) pendukung setia tinggal di Biboki.
Kemudian putra Raja Wehali ini meneruskan perjalanan beserta para pengikut
termasuk hulu balang (Meo) menuju arah barat pulau Timor yaitu Amarasi......
Menurut beberapa penutur bahwa di Amarasi rupanya ada penduduk asli atau
penduduk yang terlebih dahulu mendiami wilayah itu yaitu suku Natu, Bureni dan
suku-suku yang lain yang menempati wilayahnya masing-masing di sekitar daerah
Teunbaun dan sekitarnya.
Menurut Pendeta Theofilus Natumnea dari Nubraen Desa Merbaun, suku-suku yang
terlebih dahulu mendiami beberapa bagian daerah Amarasi adalah raja-raja kecil
dengan pengikut yang sangat sedikit.
Peristiwa kehadiran Rombongan dari Belu ini kemudian mengakibatkan terjadi
pertempuran sengit sehingga marga/suku Bureni dan suku-suku yang telah mendiami
daerah Teunbaun dan sekitarnya berada pada pihak yg kalah, hal mana dibuktikan
dengan adanya Fatu Bureni yg masih ada sampai hari ini....
Para penutur juga menuturkan bahwa ketika putra raja ini mulai berada di
wilayah Teunbaun menggembalakan ternak, suatu hari putra raja ini membuat tali
dari daun gewang yang masih muda (Kufa) dan sisa dari daun gewang yang tidak
terpakai (Kuf Tef) ditumpuk di bawah pohon Rasi dan esok hari ketika ia kembali
untuk menggembalakan ternak di wilayah itu, ada tangisan bayi di bawah pohon
Rasi (Hau Rasi) tepat di atas tumpukan Kuf Tef tersebut yang kemudian dipungut
dan diangkat menjadi anak dan Nai Rasi inilah Raja pertama Amarasi.
Akan tetapi cerita penyematan nama Rasi yang kemudian menjadi sebutan
Dinasti kerajaan Amarasi seperti cerita mitos yang dibumbui dan sangat
berlebihan...
Karena bagaimana bisa sekonyong-konyong ada bayi di bawah pohon Rasi,
sehingga kemudian menjadi nama leluhur Amarasi..? Cerita yang menyimpan misteri
sampai hari ini, tetapi alangkah baiknya kita selidiki asal usul Sang Pangeran
dari kerajaan Wehali ini secara obyektif berdasrkan fakta-fakta sejarah dan
penuturan pada tetua adat dari Belu.
Sekilas Profil Kerajaan Wewiku-Wehali dan Kerajaan Biboki
Catatan sejarah menjelaskan bahwa Portugis masuk ke Timor abad ke-15 sedangkan
dalam buku Negara Kertagama ada tertulis Timor mulai dikenal abad ke-13 karena
beberapa komoditas rempah-rempah sehingga tahun 1365 sudah sangat terkenal
dengan cendana sehingga pedagang cina dan india banyak ke Timor.
Pada awalnya ujung timur pulau Timor tepatnya daerah Belu sudah didiami oleh
suku Melus yaitu penduduk asli Belu. Para pedagang dari Cina dan Gujarat India
yang pertama kali memasuki wilayah ini, kemudian menyusul para pedang dari
Malaka.
Seiring berjalannya waktu suku Melus penduduk asli Belu mulai punah. Tidak
ada dokumen yang menjelaskan hal ini, tetapi beberapa kemungkinan yang dapat
menjelaskan hal ini yaitu, wabah penyakit, perang atau bencana alam.
Berikut catatan sejarah yang bisa dijelaskan apabila kita mengurut asal usul
kerajaan Amarasi dari Belu khususnya kerajaan Wewiku-Wehali.
Kerajaan ini terletak di daerah Belu Selatan dan di dirikan oleh para
pendatang yang berasal dari Malaka, dengan nama yang di berikan Wewiku-Wehali.
Wewiku/Wesei berarti air pancuran yang mengalir dari atas sedangkan Wehali
artinya kerajaan yang mengelilingi kerajaan sekitarnya.
Para pendatang dari Malaka melalui Larantuka ini berjumlah tiga orang
bersaudara yg semuanya bergelar Raja atau Loro dan memiliki wilayah kekuasaan
yang jelas dengan persekutuan yang akrab dengan masyarakatnya. Kedatangan
mereka ke tanah Belu hanya untuk menjalin hubungan dagang antar daerah di
bidang kayu cendana dan hubungan etnis keagamaan.
Sebutan Larantuka dan Wewiku-Wehali
Larantuka berasal dari bahasa Tetun yang terdiri dari dua suku kata yakni
Laran yaitu sebagai pusat Kerajaan Wesei Wehali di Desa Wehali Kecamatan Malaka
Tengah. Dan Tuka artinya batas. Jadi kerajaan Wesei Wehali sampai di Larantuka
Flores Timur sebagai batas wilayah kekuasaannya.
Kerajaan Wesei Wehali dipimpin seorang raja yang berstatus Maromak Oan
(putera Allah) sebagai pemegang hirarki tertinggi. Dan Maromak Oan ini menurut
beberapa ahli bahwa dia adalah orang tua dari tiga raja bersaudara yg disebut
Liurai yakni;
1. Liurai Wehali atau Fatuariun berpusat di Umakatahan, Kecamatan Malaka
Tengah dan sekarang dipindahkan ke Builaran, Kecamatan Sasitamean.
2. Liurai Likusaen di Timor Leste,
3. Liurai Sonbay di Molo Kabupaten Timor Tengah Selatan.
Kerajaan ini mulai berkembang pesat ketika kedatangan Sina Muti Malaka, Sina
Muti adalah sebutan untuk para pedagang Cina/Cina putih. Sina Muti Malaka
merupakan asal usul orang Malaka yang datang melewati pulau yang bernama Ninibo
Raihenek (sekarang Makassar) dan singgah di Prasso (sekarang Dilli ibu kota
Timor Leste).
Konon ketiga kerajaan yang sudah disebutkan adalah tiga orang bersaudara
sebagai raja yang pertama kali datang ke Belu dengan tujuan untuk berdagang dan
tujuan religi.
Tetapi karena Belu adalah salah satu tempat strategis yang penting bagi para
migran dari Malaka dan merupakan salah satu daerah penghasil cendana terbesar
di pulau Timor sekaligus pintu masuk para pedagang sehingga akhirnya orang
Malaka mendirikan kerajaan Wewiku-Wehali tepatnya di Belu selatan.
Kerajaan ini berkembang dengan pesat seiring dengan perkembangan perdagangan
tetapi pada akhirnya harus runtuh masa kejayaannya akibat perang saudara di
kerajaan Wewiku-Wehali karena memperebutkan seorang putra karena putera
kerajaan ini melakukan kesalahan yaitu perusakan benda pusaka kerajaan
sebagaimana penuturan para tetua adat Belu.
Perebutan ini terjadi karena salah satu pihak dalam istana mempertahankan
sang pangeran untuk tinggal di istana, dipihak lain menghendaki pengusiran sang
pangeran agar meninggalkan istana kerajaan Wewiku-Wehali sebagai konsekwensi
kesalahannya.
Akan tetapi keputusan terakhir ada di tangan “Maromak Oan” orang tua mereka
yaitu pemimpin hirarki tertinggi di atas raja atau Liurai Nain. Bahkan menurut
para peneliti asing Maromak Oan kekuasaaannya juga merambah sampai sebahagian
daerah Dawan (insana dan Biboki).
Para penutur dari Belu juga mengungkapkan bahwa dalam melaksanakan tugasnya
di belu, maromak Oan memiliki perpanjangan tangan yaitu Wewiku-Wehali yaitu dua
kerajaan yg bertetangga karena kedua kerajaan ini raja-rajanya adalah kakak
beradik dan kerajaan Haitimuk Nain yaitu salah satu saudara mereka yg lain.
Selain itu juga ada Fatuaruin, Sonabi dan Suai Kamanasa serta Loro Lakekun,
Dirma, Fialaran, maubara, Biboki dan Insana yang merupakan kerajaan yang bertetangga
yang ada dibawah Maromak Oan. Maromak Oan sendiri menetap di Laran sebagai
pusat kerajaan Wewiku-Wehali.
Oleh karena itu, keluarnya sang putra Raja dari istana tentu tidak terlepas
dari keputusan Maromak Oan sehingga salah satu solusinya adalah Biboki sebagi
tempat pengungsian pangeran dan rombongan.
Putera Raja Wehali meninggalkan Istana
Persoalan besar di kerajaan Wiweku-Wehali yaitu perang saudara, maka
kemudian terjadi pengungsian besar-besaran menuju arah barat bagian Utara Pulau
Timor yaitu Insana, tepatnya daerah Biboki yang ternyata sebuah kerajaan juga
pada waktu itu.
Peristiwa ini sangat mendukung cerita para leluhur Amarasi tentang konflik
keluarga dalam istana Kerajaan Wewiku-Wehali yang menyebabkan rusaknya
barang-barang pusaka milik kerajaan yang berbuntut pengusiran putra kerajaan
Wiweku-Wehali keluar dari Istana. Peristiwa ini sangat sinkron dengan peristiwa
perebutan putera Raja yang telah disebutkan sebelumnya.
Putera Raja Wiweku-Wehali meninggalkan istana ternyata tidak sendirian
tetapi membawa para pengikut (Para hulubalang kerajaan/para Meo) yang setia dan
membela Sang Pangeran. Pengusiran ini sebagai konsekwensi dari perusakan benda
pusaka kerajaan oleh putera Raja. Dan peristiwa ini didukung oleh keputusan
Maromak Oan sebagai pemegang hirarki tertinggi raja-raja di wilayah Belu pada
saat itu yang memutuskan demikian.
Peristiwa pengungsian ini terjadi jauh sebelum kekuasaan Wewiku-Wehali
dihancurkan oleh serangan Portugis pada tahun 1642 dan 1665 karena rombongan
ini hidup tenang dan damai di Biboki hingga beberapa lamanya sebelum mereka
melanjutkan perjalanan ke Amarasi.
Pertanyaan selanjutnya adalah mengapa Sang Pangeran dan rombongan yang
mengikutinya harus ke Biboki, bukan ke kerajaan lainnya yg ada di Belu? dan
apakah karena peristiwa dalam kerajaan Wewiku-Wehali yang kemudian dia memiliki
sebutan yang populer hingga menginjakkan kaki di Amarasi yaitu sebutan Nai
Rasi.....? Ikuti ulasannya berikut ini.
Pangeran Di Biboki
Sebelum saya uraikan mengapa Pangeran Wewiku-Wehali ke Biboki, baiklah kita
ikuti ulasan tentang kerajaan Insana, Miomaffo, Mollo dan Biboki yang adalah
satu rumpun keluarga juga...
Sebagaimana telah dijelaskan bahwa Maromak Oan memiliki kekuasan sampai
Insana dan Biboki, maka hal inilah yang kemudian memungkinkan pangeran bersedia
menuju Biboki sebagai salah satu solusi untuk tempat mengungsi sementara...
Berikut ulasan singkat keempat kerajaan yang ternyata bersaudara tersebut..
1. Kerajaan Insana
Laporan Antonio Pigafetta (1522), dari empat kerajaan di Timor yakni yang
disebut salah satunya adalah Insana. Jadi pada tahun 1522, Insana telah menjadi
sebuah kerajaan penting dipantai utara Timor.
Struktur kerajaan Insana yg berpusat di Maubes dan dikemudian hari kerajaan
ini pindah dari Maubes dan pusat kerajaannya didirikan di Oelolok dengan Raja
terakhir dari marga Taolin.
2. Kerajaan Miomaffo
Leluhur yang mendirikan kerajaan Miomaffo berasal dari Belu Selatan yakni,
Wehali. Kedatangan mereka bersamaan dengan kedatangan Sonbai sebagi saudara yg
termuda dan OEmatan. Dan yang memerintah di kerajaan Miomaffo adalah Kono.
3. Kerajaan Mollo.
Oematan sebagai kakak mendapat bagian wilayah di Mollo dan Kono mendapat
wilayah Miomaffo. Pada periode ini kerajaan Miomaffo sebenarnya masih dalam
lingkungan Liurai Sonbai, oleh karena itu kerajaan Miomaffo berdiri tidak
selisih jauh dari kerajaan Sonbai dan OEmatan sebagai Raja Mollo.
4. Kerajaan Biboki
Nama Biboki menurut Yohannes Tnesi yang dikutip W.Silab adalah sebagai
berikut ; Kata Biboki terdiri dari dua kata yakni, Bi=di dan Boki= timbangan
atau ukuran, jadi Biboki artinya di tengah/daerah yang netral, pusat untuk
menimbang.
Raja-raja yang memerintah Biboki adalah sebagai berikut :
Mneka Kuluan,Taeke Kuluan,Ane Kuluan,Neon Us Kuluan,Tabesi Us Kenant,Nila Tusala,Tabes Tusala,Tahoni Iba,Tnesi Tautpah,Tnesi Finit,Poni Aumus, dll
Jadi pengungsian rombongan pangeran Wewiku-Wehali ke Biboki bukan suatu
kejadian yang biasa karena sebelumnya terjadi perang saudara oleh karena putera
raja yang satu ini.
Dan keputusan Maromak Oan yang menghendaki pangeran harus berada sementara
di daerah netral agar Sang Pangeran di Biboki ini mempertimbangkan segala hal
apakah kembali ke Belu ataukah tinggal di Biboki atau ada keputusan yang lain.
Tetapi rupanya pangeran berkeras hati untuk tidak kembali, mungkin suatu
pilihan untuk menutupi rasa malu/aib yg telah terjadi atau karena pangeran
memang tidak mau kembali. Tentu keputusan tersebut telah dirundingkan dengan
para tetua rombongan karena pangeran ini bukan seorang diri.
Dan kalaupun tinggal di Biboki bukan suatu solusi karena faktanya Biboki
adalah sebuah kerajaan, sementara pangeran Wehali ini juga membawa rombongan
yang bisa untuk mendirikan kerajaan sendiri karena memang dia adalah calon
raja. Sehingga pada akhirnya pengeran ini dan rombongan meninggalkan Biboki.
Alasan ini tentu tidak serta merta terjadi begitu saja karena pada
kenyataannya Putera Raja dan rombongan menetap begitu lama di Biboki, suatu
pertimbangan yang membutuhkan waktu untuk mengambil keputusan bersama rombongan
hulubalang, para meo dan panglima perang yang menyertainya.
Bukti-bukti yang mendukung fakta sejarah ini dapat dilihat dari tarian
rabeka, koakiku, bso sene, herin, bokok, natoni, sramat, pakaian adat, dan
lain-lain yang sangat bertalian dengan Insana-Biboki karena mereka tinggal
cukup lama di sini sehingga budaya ini dibawa hingga ke Amarasi.
Mengapa Harus Ke Amarasi?
Perjalanan menuju arah barat bukan hal yang gampang tetapi bukan juga
sesuatu yang tidak mungkin karena faktanya moyang rombongan ini adalah
petualang sejati.
Wilayah yang dilalui adalah daerah berkubu karena telah berpenghuni dan
memiliki raja yang berkuasa yaitu Amanatun dan Amanuban yang kita kenal hari
ini sebagai Timor Tengah Selatan (TTS).
Beberapa penutur mengisahkan bahwa beberapa rombongan melewati pantai
selatan menyusuri pantai hingga tiba di Amarasi, akan tetapi tidak ada catatan
sehingga sulit untuk dapat dijelaskan. Akan tetapi jika benar maka apakah
mereka yang telah terlebih dahulu tinggal di Amarasi ....?
Cerita ini juga mendekati kebenaran karena para penutur mengatakan bahwa ada
rombongan yang dapat juga disebut pasukan/panglima perang yang melewati pantai
selatan yang pada akhirnya kemudian memberi kabar kepada rombongan raja di
Biboki untuk menuju Amarasi.
Walaupun demikian butuh kajian lebih mendalam tentu pada edisi berikut untuk
lebih memperdalam kajian pada bagian ini secara khusus.
Kembali pada kisah perjalanan rombongan sang Pangeran. Perjalanan rombongan
ini juga tidak meninggalkan cerita atau catatan apapun tentang perang dengan
raja-raja yang dilewati wilayahnya.
Apabila perjalan rombongan ini menuju Amarasi tidak ada konflik berarti,
maka ini membuktikan bahwa rombongan ini memiliki tim negosiator yang baik.
Fakta yang memungkinkan adalah tutur Natoni sebagai budaya yang dibawa
kemanapun leluhur ini berada sebagai etika budaya yang merupakan budaya permisi
lewat tutur kata kesopanan pada masa itu hingga sekarang terpelihara dengan
baik.
Dan jika memang perjalanan mereka jelas ke Amarasi karena ada penunjuk jalan
tentu mereka hanya melewati daerah kerajaan² tersebut karena memang maksud
mereka jelas tanpa unsur invasi/perang.
Akhir dari waktu yang panjang pada akhirnya putra raja dan rombongan
sampailah di wilayah Timor Barat Daya yaitu bagian selatan Kota Kupang saat ini
yaitu Teunraen (Baun) Amarasi. Lalu siapakah sang pangeran Wehali ini..? Mari
ikuti kisahnya...
Siapakah Nama Sang Putera Raja Wewiku-Wehali ini.....?
Suatu misteri yang jarang dibicarakan dan tidak mudah mengungkap fakta ini
dan catatan yang sedikit membuat buram topik yang satu ini.
Tetapi dari Margreini dan para Mafefa Amarasi sempat menyebutkan bahwa nama
putera raja Wehali ini adalah Nafi Rasi. Mungkinkah dia yang terusir dari
istana di Belu ataukah dia keturunan berikutnya...?
Sebutan Nafi Rasi baru disebut ketika ada di wilayah barat pulau Timor
sedangkan sebutan Nai Rasi sebenarnya sudah dikenal dan menjadi nama sematan
sejak keluar dari istana Wehali sampai berada di Biboki jika kita selidiki
kisah keluarnya Nai Rasi dari kerajaan Wehali.
Dan sebutan Rasi yang disematkan pada belakang nama Nai Rasi sesuai
penuturan para tua adat Amarasi bahwa dia yang dipungut dari bawah Hau Rasi
(Nama sejenis pohon). Cerita ini sangat berlebihan dan memang dibumbui mitos,
akan tetapi jika dilihat dari fakta sejarah sebenarnya dari peristiwa di istana
Wehali, maka sebutan Rasi lebih masuk akal dan faktanya putera raja Wehali ini
memang penyebab ( baca: pembuat masalah) ketika ia meninggalkan Belu.
Sebutan "Anak Pembuat Masalah" ketika ia meninggalkan istana
adalah nama sematan yang sebenarnya berkonotasi kurang baik, itulah sebabnya
mengapa hal ini tidak diceritakan kepada anak cucu rombongan dr Wehali yang
lahir dikemudian hari. Akan tetapi faktanya memamg sebutan itu layak bagi
seorang pangeran dan keturunannya walaupun terpaksa harus ditutupi dengan
banyak alasan.
Sebutan sakral (keramat) Nai Rasi yang pada usia tuanya nama tersebut
disematkan dengan sebutan AMARASI.
Cerita ini beratus tahun dikubur karena memang budaya Amarasi tidak mau
mengungkap aib leluhur keluarga apalagi aib penguasa atau rajanya. Dan bahasa
yang umum kita dengar adalah sangat klise yaitu karena dianggap Keramat (Nuni)
tanpa memberitahu sebabnya.
Sampai hari ini seorang anak Amarasi jika ia berada jauh dari Amarasi dan
jika ia di tanya, "anda dari mana...?", maka ia akan menjawab,
"Amarasi". Suatu pengakuan kebanggaan akan sebutan leluhur dan tanah
airnya walau ia sendiri tidak tahu arti sebutan itu karena memang tidak pernah
dikasih tahu karena alasan yang telah disebutkan sebelumnya.
Jadi, jika hari ini setelah anda membaca tulisan ini dan sudah tahu tentang
asal usul sebutan leluhur kita, maka jangan malu lagi mengakui identitas anda
sebagai anak Amarasi dari turunan "pembuat masalah" karena faktanya
memang demikian. Tetapi satu hal yang perlu kita ingat bahwa penyertaan
Tuhanlah maka kerajaan Amarasi dengan rakyat Amarasi ada hingga hari ini karena
Tuhan pula yang menghendakinya demikian.
Nai Rasi inilah yang dikemudian hari disebut sebagai Nai Rasi Uf yaitu
Turunan dari putera raja Wehali yang terusir dari Belu - Atambua, sedangkan
para pengikutnya disebut To Nai Rasi dan tempat kediaman mereka Hari ini
disebut Pah Nai Rasi yaitu wilayah Amarasi yang dapat kita saksikan dan diami
hari ini.
Mengapa Nai Rasi dan Rombongan memilih Amarasi..?
Kronologi cerita pengurutan nama yang mendekati kebenaran dan dapat
dipastikan benar adalah bahwa Nafi Rasi adalah turunan dari Nai Rasi Uf dan Nai
Rasi Uf itu adalah Nai Rasi. Dan Nai Rasi inilah yang keluar dari kerajaan
Wehali dan Nafi Rasi adalah anak dari Nai Rasi yang kemudian disebut-sebut
sebagai raja pertama Amarasi, maka inilah fakta karena Nafi Rasi yang kemudian
merupakan penerus dan dapat mempersatukan seluruh suku-suku yang ada terlebih
dahulu di Amarasi.
Beberapa catatan sejarah mengungkapkan bahwa Nafi Rasi inilah yang terusir
dari Belu hanya saja apabila disingkronkan dengan peristiwa yang menyebabkan
pegusiran di istana Wehali tentu Nai Rasi adalah sosok yang lebih tepat dan
cocok dengan sebutan namanya.
Dan kekuatan dinasti ini terketak pada kebersamaan, kekompakan dan
pengorbanan sebagai tim yang solid bersama para tetua adatnya, para meo, dan
seluruh pengikutnya serta para panglima perang sejak keluar dari Wehali Belu
kemudian tinggal di Biboki hingga sampai ke Amarasi adalah fakta yang tidak
dapat dipungkiri.
Sistem pemerintahan yang dikemudian hari tertata baik tentu dimulai dari
cikal bakal dinasti ini berproses ditambah dengan para tetua yang sempat ada
dalam kerajaan di Wahali.
Sepintas Daerah Kupang dan Raja-Rajanya
Beberapa catatan sejarah mengungkapkan bahwa ujung barat pulau Timor yang di
sebut Kupang/Kopan, ketika leluhur Amarasi memasuki wilayah ini ternyata sudah
didiami.
Penuturan Usif Nisim Natu sebgaimana yg dituturkan kembali oleh turunannya
Jefry Koroh dan catatan yang ada jauh sebelumnya jg mengungkapkan hal yang sama
bahwa nama Kupang berasal dari kata Kopan karena tanjungnya yang berbentuk
seperti guci sehingga oleh para pedagang dari Gujarat India menyebutnya Kopan
yang berarti pantai guci.
Dengan demikian, maka Kupang pada saat rombongan dari Wehali ini tiba sudah
ada para pedagang dari India dan ada penduduk di sekitar wilayah tersebut
dengan bahasa yang juga asing bagi mereka sehingga rombongan dari Belu ini
kemudian menyimpang ke bagian selatan ujung barat pulau Timor.
Atau memang sesuai penjelasan sebelumnya bahwa memang rombongan ini
tujuannya jelas ke Amarasi karena sudah ada yg dahulu menungu rombongan ini
yaitu para panglima yang telahblebih dahulu melewati pantai selatan.
Siapakah Penguasa Amarasi Ketika Nai Rasi Uf Memasuki Amarasi...?
Sebelum saya mengulas wilayah Amarasi ketika Nai Rasi Uf dan rombongan dari
Wehali Belu memasuki Amarasi, baiklah saya memberikan sedikit gambaran
seputaran Kupang dan sekitarnya ketika Nai Rasi memasuki Amarasi.
Catatan sejarah mengungkapkan bahwa ketika Belanda memasuki Kupang 1653,
sudah ada dua kerajaan di sekitar Kupang, yaitu;
1. Kerajaan Helong dengan rajanya Bissing Lissing
2. Kerajaan Amarasi dengan Rajanya Nai Nafi Rasi
Sedangkan kerajaan-kerajaan kecil yg ada di sekitar kupang adalah yang
datang kemudian pada tahun sekitar (l650-l655) sebagai pengungsian dari
pedalaman pulau Timor, ke Kupang yaitu :
1. Kerjaan Sonbai Kecil yang kita kenal dengan sebutan Nisnoni, suatu cabang
dari Sonbai yang menetap di sekitar Bakunase.
2. Kerajaan Funai dari Amanuban, menetap disekitar Oepura/Pola
3. Kerajaan Amabi O’efeto, dan Amabi Niki-Niki (Tambaring) dari Amanuban
yang menetap berturut-turut di Biloto, sekitar Babau, Liliba dan di kampung
Bonipoi (Kupang).
4. Kerajaan Tabenu dari Mollo menetap di Baumata, kemudian di Mantasi.
Mereka datang ke Kupang bersama-sama dengan rakyat pengikut-pengikutnya.
Catatan pasti tentang kapan tibanya rombongan Nai Rasi di Amarasi dari
Biboki secara pasti tidak disebutkan, sementara beberapa catatan mengungkapkan
bahwa saat Portugis mendarat di Pulau Timor (Belu) tahun 1522, Rombongan Nafi
Rasi masih ada di Wehali.
Tahun datangnya pedagang Portugis dari Maluku ke Timor disebutkan (1515)
melintasi Solor dengan kapal yang dinahkodai Antonio de Abreau diperkirakan
sebagai orang portugis pertama yang mendarat di pulau Timor (Dili) dan barulah
kemudian berhasil membangun benteng mereka tahun 1526.
Pada tahun 1561 bangsa Portugis mulai membangun wilayah kekuasaannya di NTT
dengan pusat pertahanan di Pulau Solor. Keadaan berbalik saat VOC – Vereenigde
Oostindische Compagnie melakukan beberapa penyerangan dan mereka berhasil
merebut benteng Fort Henricus di Solor oleh Belanda dibawah pimpinan Kapten
Appollonius Scotte pada April 1613.
Kemudian Belanda bersama pasukan garnisun menuju Kupang tahun 1653 dan
berhasil merebut benteng Fort Concordia di teluk Kupang yang dibangun oleh
biarawan Dominican Portugis Antonio de Sao Jasinto (1640-1645)
Dengan demikian sebagai mana dikatakan sebelumnya bahwa kerajaan Amarasi
pada tahun 1653 ketika Belanda memasuki Kupang sudah ada dengan rajanya Nafi
Rasi yang merupakan raja kedua menggantikan ayahnya Nai Rasi/Nai Rasi Uf adalah
benar adanya.
Lalu siapa atau suku manakah penguasa Amarasi ketika Nai Rasi Uf memasuki
Amarasi....?
Menurut cacatan Cina yg kemudian dikutip oleh Spillet dan penuturan beberapa
tokoh dari Baitiri yang mengisahkan bahwa Rombongan Nai Rasi yang datang dari
Belu dengan para hulubalang dan para pengikut setia berjumlah sekitar 600 orang
atau lebih.
0 comments:
Post a Comment